Kamis, 19 April 2012

Koalisi Abaikan PKS hingga 2014


Friday, 20 April 2012
JAKARTA – Spekulasi mengenai sanksi terhadap Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum juga jelas. Hingga kini tiga menteri dari PKS yang sebelumnya disebut- sebut bakal diganti belum terusik.

Namun, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Ahmad Mubarok menilai bahwa saat ini PKS sebenarnya sedang menjalani sanksi atas pelanggaran kontrak koalisi karena sikapnya yang membelot dari pemerintah saat paripurna terkait rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).“Sanksinya adalah tak pernah diundang rapat hingga 2014,” beber Mubarok kepada SINDOkemarin.

Menurut dia, pengabaian terhadap PKS sudah menjadi kesepakatan bersama antarpartai koalisi. Dengan kata lain, keberadaan PKS dianggap tidak ada lagi dalam komposisi anggota koalisi pendukung pemerintah.Di situlah secara etika dan moral PKS akan menjalani sanksinya karena tidak mau tegas menyatakan mundur dari koalisi.“Memang enak dicuekin,” sindir Mubarok. Lalu bagaimana dengan keberadaan tiga menteri dari kader PKS? Mubarok tidak mau berkomentar lebih jauh karena itu hak prerogatif presiden.

Tetapi, secara etika PKS akan menerima penilaian publik atas posisinya yang tidak jelas itu. “Mereka lagi adu tebal muka,”ujarnya. Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) Teguh Jjuwarno mengatakan, tidak ada sanksi tegas terhadap PKS tentu akan memancing partai koalisi lain untuk mencoba- coba berhadapan dengan pemerintah ketika ada kebijakan yang tidak populis. Karena itu,dia berharap Presiden bisa memberikan keputusan agar ada kepastian di koalisi.

“Namun, keputusan itu apa, biar Presiden yang menentukan,” ucapnya. Sekretaris Fraksi PKS DPR Abdul Hakim enggan menanggapi semua hal terkait koalisi. Dia malah menyarankan agar membicarakan tema lain jika ada yang hendak ditanyakan. Sementara itu, pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gun Gun Heryanto menilai,saat ini SBY dan PKS sama-sama memainkan “floating strategy”.

Mereka sama- sama mengambangkan pilihan-pilihan politik karena sama-sama tidak mau ambil risiko dari kemungkinan “turbulensi” lanjutan jika mereka mengambil opsi yang tegas. Menurut dia, SBY punya kepentingan landing dari jabatannya tanpa turbulensi berarti atau jikapun terdapat guncangan, dia masih bisa mengendalikan kekuasaan dengan cara tarik-ulur kekuatan yang ada di Setgab.

Bagi SBY, sekarang hingga 2014 akan lebih mengutamakan landing dengan selamat. “Nah ‘floating strategy’ ini terlihat dari sejak paripurna hingga sekarang, publik tidak pernah mendapatkan pilihan tegas sikap SBY menyangkut eksistensi PKS di koalisi,”katanya. Sementara bagi PKS, kata dia,

“floating strategy” ini tentu digunakan karena PKS mengetahui benar karakteristik kepemimpinan SBY yang tidak suka di luar “zona nyaman kekuasaan”. PKS akan menunggu posisi politik dikeluarkan daripada sukarela keluar dari koalisi karena posisi dikeluarkan akan menjadi isu seksi untuk rahmat_dikapitalisasi bagi “political marketing” PKS menuju 2014.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar